BBWS Cimanuk-Cisanggarung, sebagai lembaga pengelola utama, tidak dapat terus-menerus berlindung di balik dalih teknokratik dan argumentasi fungsional. Ketika pembangunan infrastruktur publik berdampak negatif terhadap ruang hidup masyarakat, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk hadir, menjamin perlindungan, dan memulihkan keadilan ekologis.
MPK menuntut agar seluruh pihak terkait—termasuk BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR), serta Pemerintah Kabupaten Kuningan dan Pemerintah Desa Randusari—segera bertindak konkret.
Langkah-langkah tersebut mencakup evaluasi teknis dan ekologis, investigasi kualitas lingkungan secara ilmiah dan transparan, penyediaan layanan kesehatan darurat, audit infrastruktur pembuangan, serta penyusunan dan pelaksanaan program relokasi yang bermartabat dan berbasis musyawarah warga.
“Kami menyaksikan sendiri bagaimana warga hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan setiap hari. Mereka kehilangan akses terhadap udara yang layak, air yang bersih, dan rasa aman dalam ruang hidupnya. Ini bukan sekadar isu teknis, ini adalah persoalan kemanusiaan dan keadilan. Negara tidak boleh diam,” tegas mereka dalam pernyataan bersama.
MPK menekankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi dan konstitusional setiap warga negara. Pembiaran terhadap krisis ini bukan semata bentuk kelalaian administratif, tetapi juga pelanggaran terhadap prinsip keadilan sosial dan ekologis yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Terkait keresahan warga Wana Asih, MPK mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, media, dan pemangku kebijakan untuk turut serta mengawal persoalan ini secara kolektif. Keadilan ekologis bukan sekadar wacana—ia adalah mandat etis dan politik yang menuntut keberpihakan nyata pada keselamatan rakyat dan kelestarian bumi.***