Respons UGM dan Jokowi UGM dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, dan Dekan Fakultas Kehutanan, Dr. Sigit Sunarta, menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni resmi Fakultas Kehutanan UGM dengan nomor mahasiswa 80/34416/KT/1681 dan diwisuda pada 5 November 1985.
Sigit menjelaskan bahwa penggunaan font Times New Roman atau font serupa pada sampul skripsi adalah hal yang umum pada masa itu, karena jasa percetakan seperti Prima dan Sanur di sekitar kampus telah menyediakan layanan tersebut. UGM juga menyayangkan pernyataan Rismon, yang merupakan alumni UGM, karena dianggap tidak berdasar pada penelitian yang memadai.
Jokowi sendiri menyebut tuduhan ini sebagai “fitnah tanpa dasar yang terus diulang-ulang.” Dalam pernyataannya di Solo pada 27 Maret 2025, ia menegaskan bahwa UGM telah memberikan klarifikasi resmi, didukung oleh kesaksian teman-teman seangkatannya. Jokowi juga mengindikasikan kemungkinan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang terus mempertanyakan keaslian ijazahnya.
Laporan ke Polisi Laporan terhadap keempat tokoh diajukan oleh Pemuda Patriot Nusantara dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jakpus/Polda Metro Jaya. Kuasa hukum pelapor, Rusdiansyah, menyatakan bahwa Roy Suryo, Rismon Sianipar, Rizal Fadillah, dan Dokter Tifa disangkakan melanggar Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Menurut Rusdiansyah, pernyataan dan tindakan keempatnya telah memicu keresahan, termasuk aksi penggerudukan UGM dan gangguan di sekitar kediaman Jokowi di Solo. Bukti berupa pernyataan lisan dan tulisan yang dianggap memprovokasi telah dilampirkan dalam laporan.
Ketua Umum Pemuda Patriot Nusantara, Andi Kurniawan, menambahkan bahwa tuduhan ijazah palsu ini telah menimbulkan gejolak sosial, terutama di kalangan masyarakat yang mempercayai narasi tersebut. Ia menilai tindakan keempat tokoh tersebut tidak hanya merugikan Jokowi secara pribadi, tetapi juga mencoreng reputasi UGM sebagai institusi pendidikan ternama.