Oleh: Taufik Abriansyah (wartawan senior)
GOWES dari Cimahi ke Papua tidak terasa sudah memasuki hari ke-17. Ini kisahnya. Hujan yang mengguyur Jember sejak kemarin siang sampai subuh ini belum benar-benar berhenti. Saat saya bangun pagi ini masih terdengar suara titik hujan di atap Rumah Pohon. Satu dua titik air saja yang jatuh di atap terbuat dari seng membuat suaranya terdengar jelas.
Pulang subuhan dari masjid yang berada tidak jauh dari Rumah Pohon saya segera nyalakan kompor. Nyeduh kopi. Suara hujan sudah tidak terdengar lagi. Tapi suasananya masih terasa mendung.
Sembari berharap hujan benar-benar berhenti, saya menyimpan kembali barang-barang bawaan saya di sepeda. Pannier dipasang. Botol air diisi lagi. Pakaian yang kemarin saya cuci masih terasa lembab. Bahkan ada beberapa yang masih basah. Saya simpan di plastik keresek dan diletakkan di bagian luar. Nanti kalau pas berhenti ishoma akan saya jemur lagi.
Target saya sebenarnya jam 06.00 sudah start. Mengingat rute yang akan saya tempuh dalam etape hari ini cukup berat. Melewati tanjakan Gunung Gumitir dan hari ini mengayuh relatif lebih jauh dibanding hari-hari sebelumnya. Hari ini, lebih dari 100 km.
Bagi pesepeda jarak jauh, melewati tanjakan Gunung Gumitir memberi kebanggaan tersendiri. Kebanyakan pegowes lebih memilih jalur Situbondo – Baluran, karena jaraknya lebih pendek dan jalurnya pun lebih syahdu. Alhamdulillah saya sudah pernah gowes di jalur itu. Yakni saat touring keliling Madura plus nyeberang Situbondo untuk finish di Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng, Bali.
Saat hari makin terang Pakde Dumehno tiba di Rumah Pohon. Dia membawakan saya roti tawar dengan susu untuk bekal saya. “Bawalah ini untuk menambah tenaga dan menjaga pertahanan,” katanya.