TERASJABAR.ID – Pemerintah Kabupaten Garut jalin kerja sama dengan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Garut untuk mengintegrasikan data Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Penandatanganan perjanjian kerja sama ini dilakukan di Ruang Pamengkang, Kecamatan Garut Kota, pada Senin (4/8/2025).
‎
‎Kerja sama ini bertujuan untuk memperbarui data pertanahan dan pendapatan daerah, yang diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerah, terutama dari sektor PBB dan BPHTB.
‎
‎Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, menjelaskan bahwa penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) terakhir kali dilakukan pada tahun 2017. Ia menyoroti bahwa banyak perubahan infrastruktur, seperti pembangunan jalan baru, yang secara langsung memengaruhi nilai jual objek pajak, namun belum disesuaikan.
‎
‎”Kita ingin memberikan kontribusi yang proporsional. Tentu saja, nilai pajak di tempat strategis harus berbeda dengan yang terpencil,” ujar Bupati.
‎
‎Ia menambahkan bahwa Pemkab Garut akan menggunakan data dari BPN yang memiliki standar penilaian lebih mendekati harga pasar. Meski demikian, Bupati menekankan bahwa penyesuaian ini tidak akan memberatkan masyarakat.
‎
‎”Kita akan atur formulanya sedemikian rupa sehingga kalaupun ada kenaikan, itu tidak terlalu memberatkan masyarakat. Kenaikan pajak ini akan lebih adil, terutama untuk transaksi jual beli di mana ada peralihan hak milik,” jelasnya.
‎
‎Penyesuaian ini ditargetkan mulai berlaku pada tahun 2026 setelah melalui tahap persiapan dan simulasi agar tidak menimbulkan dampak yang kurang kondusif di tengah masyarakat.
‎
‎Sementara itu, Kepala ATR/BPN Garut, Eko Suharno, menjelaskan bahwa nilai NJOP PBB di Garut saat ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan transaksi jual beli dan untuk meningkatkan pendapatan daerah dari transaksi tersebut, ia menyebut akan digunakan Zona Nilai Tanah (ZNT).
‎
‎”ZNT itu sudah mendekati nilai pasar. Kalau berdasarkan PBB kan masih di bawah. Dengan dimasukkannya nilai ZNT ini, yang semula nihil bisa saja terkena BPHTB,” ungkap Eko.
‎
‎Ia menegaskan bahwa kebijakan ini akan diprioritaskan untuk kegiatan yang bersifat transaksional seperti jual beli, bukan pada pembayaran PBB tahunan yang tetap,” tegasnya.***