TERASJABAR.ID – Tindakan Rahayu Saraswati Dhirakanya Joyohadikusumo mundur dari jabatannya sebagai anggota DPR menjadi contoh penting dalam membangun standar etika politik di Indonesia.
“Itu adalah sikap etis yang mendorong Rahayu Saraswati mundur dari keanggotaannya di DPR. Sikap ini mencerminkan watak dan kualitas seorang individu. Kita bisa menjadikannya sebagai cermin untuk menilai bahwa dalam politik saat ini masih ada orang yang memiliki harga diri” ungkap Rocky Gerung dalam YouTube Rocky Gerung Official yang tayang pada Kamis, 11 September 2025.
Keputusan itu, menurut Rocky, menunjukkan bahwa integritas dan kesadaran moral harus menjadi prioritas utama bagi pejabat publik, melebihi elektabilitas atau popularitas.
Dalam perjalanan politiknya, Saraswati menyadari adanya kesalahan atau tindakan yang dirasa tidak etis.
Kesadaran tersebut mendorongnya untuk mundur secara sukarela, sebelum tekanan publik atau partai memaksa menonaktifkannya.
BACA JUGA: Saraswati Undur Diri, Fokus Lanjutkan Perjuangan di Luar Kursi DPR
Tindakan ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab moral yang tulus, sekaligus mencerminkan kualitas seorang pejabat yang menghormati prinsip etika.
Seorang calon legislatif layak mewakili rakyat jika memenuhi dua kriteria, –etikabilitas dan intelektualitas– sementara elektabilitas menjadi pertimbangan terakhir.
Meski terpilih karena memenuhi kriteria tersebut, Saraswati tetap mengevaluasi diri berdasarkan peristiwa terakhir dan menyadari adanya kekurangan dalam perilakunya.
Kesadaran ini, yang disebut sebagai moral call, memotivasi dirinya untuk mundur karena merasa telah menyakiti rakyat.
Tindakan ini memperlihatkan bahwa pejabat publik yang bertanggung jawab mampu menegakkan standar etika secara sukarela, tanpa tekanan eksternal.
Yang menarik, Saraswati merupakan keponakan seorang tokoh politik ternama, –Presiden Republik Indonesia– yang memberinya privilege tertentu.
Namun, ia memilih untuk menyingkirkan keuntungan tersebut dan bertindak berdasarkan kesadaran moralnya.
Hal ini membangun preseden baru di Indonesia: pejabat publik harus menilai diri sendiri dan mundur jika tindakannya dianggap merugikan rakyat, meski tidak ada tekanan dari pihak manapun.
Langkah Saraswati dinilai menjadi cermin bagi pejabat lainnya.
Politik yang bertanggung jawab bukan hanya soal kemenangan elektoral, tetapi juga soal kesadaran diri, integritas, dan kepedulian terhadap rakyat.
Kontrol internal dan kesadaran etik pejabat publik menjadi tolok ukur sejati dalam demokrasi.- ***