TERASJABAR.ID – Wakil Menteri Kesehatan, Benjamin Paulus Octavianus, meninjau dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) Gegerkalong, Bandung, Selasa (21/10/2025).
Kunjungan ini dilakukan untuk memastikan seluruh proses penyediaan makanan bagi anak sekolah berjalan sesuai standar keamanan pangan.
“Kami menilai kesiapan fasilitas mulai dari alur distribusi makanan, proses pencucian food tray, penanganan bahan makanan, waktu pemasakan, hingga ketepatan waktu penyajian. Semua harus memenuhi standar agar tidak menimbulkan risiko keracunan,” ujar Benjamin didampingi anggota Divisi Kesehatan Indonesia Raya drg Maya Himawati .
Menurut Benyamin, dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, kasus keracunan hanya ditemukan di 112 titik. “Artinya sekitar 400 kabupaten/kota tidak mengalami insiden keracunan. Dari 1,4 miliar piring makanan yang disalurkan, hanya 14.341 anak yang mengalami keracunan. Secara persentase, itu sangat kecil,” jelasnya.
Benjamin juga menyampaikan, sejak Agustus hingga September jumlah SPPG meningkat pesat dari 2.000 menjadi 9.000 dapur. Ia memahami bahwa peningkatan cepat tersebut memunculkan tantangan baru.
“Saya tadi sempat berbincang dengan petugas, mereka kaget harus mencuci 3.000 piring sekaligus. Tapi lama-lama akan terbiasa dan memahami alurnya,” katanya sambil tersenyum.
Ia mengakui sebagian kendala muncul karena operator SPPG tidak semuanya berasal dari latar belakang kuliner. “Ada yayasan sosial yang ingin berkontribusi, tapi belum punya jam terbang. Maka perlu pendampingan dan pelatihan,” ujarnya.
Dari laporan terakhir, 36,7 juta anak telah menerima makanan bergizi gratis, dan hanya 145 anak yang mengalami gangguan kesehatan ringan—13 di Kabupaten Bandung dan 142 di Maluku. “Kita terus bergerak menuju target zero accident,” tegas Benjamin.
Yang membanggakan, kata dia, dapur SPPG Gegerkalong sudah menerapkan sistem pencatatan alergi anak. “Jadi makanan bisa disesuaikan agar tidak memicu reaksi alergi. Ini luar biasa. Artinya ahli gizi di sini benar-benar bertanggung jawab,” ujarnya.
Ke depan, Kementerian Kesehatan juga berencana menambah tenaga ahli sanitasi lingkungan di setiap SPPG. “Tantangannya adalah ketersediaan SDM. Bidang ini relatif baru, jadi mencari ahlinya tidak mudah,” ujarnya.
Untuk Kota Bandung, sekitar 62 persen siswa sudah menerima manfaat program MBG, sementara di Kabupaten Bandung baru sekitar 35 persen atau 500 ribu anak dari total 1,4 juta.
“Kita tidak bisa memaksa terlalu cepat karena bisa menimbulkan risiko, termasuk keracunan. Karena itu, SPPG yang belum lolos verifikasi Dinas Kesehatan belum boleh melayani masyarakat,” tegasnya.
Saat ini, sudah ada 428 SPPG bersertifikat dan 2.500 dapur yang telah menjalani pemeriksaan laboratorium. “Sebagian besar sudah lulus, tinggal menunggu hasil resmi keluar. Minggu depan kemungkinan naik jadi 600–700 SPPG bersertifikat,” ungkapnya.
Benjamin menekankan bahwa keterlambatan penyaluran MBG bukan karena dana yang kurang, melainkan karena pemerintah mengedepankan kesiapan dan keamanan.
“Ini seperti membangun sistem katering besar-besaran. Menyediakan makanan untuk 3.000 anak bukan hal mudah, meski anggaran tersedia. Kita harus realistis,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini sudah ada 36,7 juta anak yang menerima makanan bergizi gratis—hampir 50 persen dari target nasional.
“Ini capaian luar biasa, tapi kita tetap harus menjaga mutu sambil memperluas jangkauan. Pengawasan dan pembinaan akan terus kami lakukan,” ujarnya.
Kerjasama Dengan Resto Ma Uneh
Sementara itu Kepala SPPG Gegerkalong Muhammad Rizki mengatakan dapur SPPG Gegerkalong kerjasama dengan resto Ma Uneh, dalam sehari memasak hampir 4.000 porsi.
“Dapur SPPG Gegerkalong belum genap satu bulan beroperasi melayani 26 sekolah diantaranya 19 titik untuk PAUD,” ujarnya.
Rizki didampingi Awang Setiawan sebagai pengelola mengatakan, dapurnya tidak hanya melayani sekolah tapi melayani 500 porsi untuk ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Dapur MBG yang semula resto Ma Uneh mempekerjakan 46 orang diantaranya khusus cuci piring 15 orang.
“Pencuci piring cukup banyak 15 orang untuk memastikan piring bersih tidak tercemar, upahnya per orang Rp 100 ribu, sedangkan juru masak Rp 120 ribu,” ujarnya.
Untuk memastikan makanan aman sebelum dikirimkan ke sekolah disurvei jika ada yang alergi makanan seperti alergi telor atau ikan bisa diganti khusus untuk yang alergi.***