TERASJABAR.ID – Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung kini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko serta Penyimpangan Seksual.
Anggota Pansus 14, Dr. Agung Firmansyah Sumantri, dr., SpPD., KHOM., MMRS., FINASIM, menegaskan, regulasi ini tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi orientasi seksual atau kelompok tertentu, melainkan menjadi wujud tanggung jawab negara dalam melindungi seluruh warga dari dampak kesehatan, kekerasan, dan perilaku seksual tidak sehat.
“Peraturan ini merupakan komitmen bersama untuk membangun masyarakat yang sehat, bermartabat, dan berlandaskan nilai-nilai agama, kemanusiaan, serta budaya Sunda yang luhur,” ujar Agung, politisi Fraksi NasDem itu.
Ia mengusulkan, perubahan istilah dari “penyimpangan seksual” menjadi “perilaku seksual tidak sehat” dalam Raperda ini merupakan upaya untuk menjadikan regulasi lebih humanis, ilmiah, dan relevan dengan nilai-nilai agama dan budaya masyarakat Kota Bandung.
Agung menambahkan, Raperda ini bukan lahir karena Kota Bandung dalam kondisi “darurat penyimpangan seksual”, melainkan karena adanya tren peningkatan perilaku berisiko dan dampak sosial yang mulai nyata di masyarakat, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan kelompok rentan.
“Pendekatannya bukan menghukum, tetapi melindungi dan mencegah. DPRD bersama Pemkot berupaya menata regulasi agar ada dasar hukum yang jelas dalam pendidikan moral, penguatan keluarga, dan penanganan perilaku menyimpang secara medis dan sosial,” jelasnya.
Agung menegaskan, Raperda ini tidak boleh menjadi alat stigma yang membuat masyarakat takut memeriksakan diri atau melakukan tes HIV. Justru, katanya, regulasi ini diharapkan dapat mendorong kesadaran kesehatan dan pencegahan sejak dini.
“Jangan sampai karena adanya Perda ini, kasus HIV malah terselubung dan masyarakat enggan melakukan pemeriksaan kesehatan. Tujuan kami justru untuk menjaga generasi penerus agar tumbuh sehat dan terlindungi,” tegasnya.
Ia menambahkan, Raperda ini akan menjadi payung kebijakan yang menyeimbangkan aspek kesehatan, pendidikan, sosial, dan hukum. Untuk itu, pembahasan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur, mulai dari tenaga medis, psikolog, tokoh agama, akademisi, hingga komunitas masyarakat.
“Ini bukan soal darurat, tetapi soal antisipasi dan perlindungan. Raperda ini hadir agar Bandung memiliki dasar hukum yang kuat dalam mencegah dan menangani perilaku menyimpang, terutama yang mengancam anak dan remaja,” pungkasnya.***

















