TERASJABAR.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menyoroti kebijakan pemerintah yang membatasi masa tunggu keberangkatan haji maksimal 26 tahun.
Menurutnya, meskipun kebijakan ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan, justru berpotensi menimbulkan ketimpangan baru, terutama bagi provinsi dengan jumlah calon jemaah terbanyak seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Kita paham tujuan pemerataan, tapi kebijakan masa tunggu 26 tahun ini berdampak pada daerah padat jemaah. Contohnya Jawa Barat, yang sebelumnya punya jatah lebih besar, kini harus berkurang sekitar 6 hingga 9 ribu jemaah,” ujar Habib Syarief usai rapat pleno Baleg DPR RI, sebagaimana ditulis Parlementaria pada Kamis, 6 November 2025.
Legislator Fraksi PKB itu menjelaskan bahwa pembatasan ini membuat sejumlah daerah kehilangan kesempatan bagi jemaah yang telah lama menunggu.
“Ada provinsi yang sebelumnya punya daftar tunggu sampai 49 tahun, tapi kini dibatasi hanya 26 tahun. Secara nasional terlihat adil, namun bagi provinsi besar, kebijakan ini justru terasa merugikan,” katanya.
Habib menilai perlu adanya mekanisme penetapan kuota yang lebih proporsional, agar tidak ada daerah yang dirugikan.
Ia juga mendorong pemerintah untuk bernegosiasi dengan otoritas Arab Saudi dalam upaya menambah kuota nasional, seiring dengan rencana peningkatan kapasitas jemaah global dari 2,1 juta menjadi 5 juta pada tahun 2030.
“Jika Saudi menaikkan kuota, Indonesia bisa memanfaatkannya untuk mempercepat masa tunggu. Tapi tentu harus disertai analisis dan diplomasi yang matang,” jelasnya.
Habib juga mengingatkan agar kebijakan baru ini tidak menimbulkan praktik “jalur cepat” bagi calon jemaah yang memiliki kemampuan finansial lebih.
Menurutnya, hal itu akan mencederai prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Bayangkan, ada jemaah berusia 70 tahun yang masih harus menunggu 20 tahun, sementara yang berusia 30-an bisa langsung berangkat karena punya uang lebih. Ini tidak adil dan harus dihentikan,” tegasnya.
Ia menilai revisi Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji menjadi momentum penting untuk membenahi tata kelola kuota dan mekanisme keberangkatan agar lebih transparan dan berkeadilan.
Habib juga mendorong agar jamaah lanjut usia (lansia) dan jamaah berisiko tinggi (risti) diprioritaskan dalam sistem baru.
“Pemerintah harus mempertimbangkan skema prioritas bagi jemaah di atas 65 tahun agar bisa berangkat lebih cepat. Keadilan kuota tidak boleh sekadar administratif, tapi juga harus mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” pungkasnya.-***


















