TERASJABAR.ID – Pemangkasan anggaran Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD dalam APBD Kab. Kuningan Tahun Anggaran 2026 memicu gelombang kritik tajam dari wakil rakyat hingga masyarakat akar rumput. Kebijakan tersebut dinilai mencerminkan keberpihakan anggaran yang menjauh dari kebutuhan rakyat, sementara belanja seremonial dan perjalanan dinas justru tetap berjalan.
Anggota DPRD Kabupaten Kuningan dari Daerah Pemilihan (Dapil) 5 yang meliputi Kecamatan Darma, Kadugede, Nusaherang, Subang, Selajambe, dan Cilebak menegaskan, alasan efisiensi anggaran yang disampaikan Pemkab Kuningan tidak sejalan dengan realitas alokasi belanja daerah.
“Kalau benar efisiensi, yang harus dipangkas itu anggaran seremonial dan perjalanan dinas. Jangan justru anggaran rakyat yang dicoret,” ungkap Sutanto anggota Fraksi PKB, Kamis (18/12/2025)..
Menurutnya, Pokir DPRD merupakan sarana konstitusional untuk menyalurkan aspirasi masyarakat hasil reses dan dialog langsung di lapangan. Pemotongan Pokir, lanjut dia, sama saja dengan memutus harapan rakyat yang selama ini menggantungkan pembangunan lingkungan dan penguatan ekonomi pada APBD.
“Pokir ini bukan titipan dewan. Ini hak rakyat. Ketika Pokir dicoret, yang dirugikan bukan DPRD, tapi masyarakat,” ujarnya.
Ia menyebutkan, nilai Pokir yang dicoret berkisar antara Rp50 juta hingga Rp200 juta per usulan. Meski nilainya tidak besar, dampaknya dinilai sangat nyata bagi masyarakat desa.
“Dengan Rp50 juta saja, masyarakat sudah bisa membangun jalan lingkungan, sarana ibadah, atau penguatan ekonomi kecil. Tapi itu justru dianggap tidak prioritas,” katanya.
Di sisi lain, ia menyoroti masih kuatnya belanja daerah yang bersifat seremonial dan tingginya perjalanan dinas di lingkungan Pemkab Kuningan. Menurutnya, jenis belanja tersebut minim dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.
“Acara seremonial habis dalam sehari, perjalanan dinas tidak dirasakan rakyat. Tapi anggaran rakyat yang langsung menyentuh kebutuhan dasar justru dipangkas,” ucapnya.
Kebijakan ini turut dirasakan langsung oleh masyarakat, antara lain Halim, peternak domba di Gunungsirah dan Edoy, peternak Desa Jagara. Mereka berharap adanya dukungan nyata dari pemerintah daerah melalui realisasi Pokir DPRD. Mereka kecewa lantaran aspirasi yang disampaikan belum juga direalisasi. Padahal bantuan itu sangat dibutuhkan untuk menunjang keberlanjutan usaha peternakan rakyat.*

















