TERASJABAR.ID – Anggota Komisi XII DPR RI, Cheroline Chrisye Makalew, memberikan tanggapan kritis terhadap rencana pemerintah yang ingin mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Papua sebagai bagian dari strategi produksi bahan bakar minyak (BBM).
Ia menekankan bahwa kebijakan ini harus dikaji secara menyeluruh, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat Papua serta pelestarian lingkungan, bukan semata mengejar target energi nasional.
“Papua bukan lahan kosong untuk eksperimen kebijakan energi. Di sana terdapat masyarakat adat, hutan tropis terakhir Indonesia, dan benteng ekologis dunia,” ujar Cheroline, sepeti ditulis Parlementaria pada Jumat, 19 Desember 2025.
Ia mengingatkan bahwa industri sawit di berbagai daerah Indonesia sebelumnya menimbulkan deforestasi, konflik agraria, ketimpangan ekonomi, dan kerusakan ekosistem.
Jika pola serupa diterapkan di Papua, dampaknya akan jauh lebih serius.
Cheroline menyoroti ketidakadilan distribusi energi di Papua, mulai dari BBM satu harga hingga gas subsidi, dan mempertanyakan logika transisi energi pemerintah yang masih mengandalkan sawit.
Menurutnya, fokus seharusnya pada energi terbarukan yang adil dan berkelanjutan, seperti surya, angin, air, atau bioenergi berbasis komunitas.
Sebagai wakil rakyat, Cheroline menekankan pentingnya kajian komprehensif berbasis data dan partisipasi publik, khususnya masyarakat adat, untuk melindungi ruang hidup dan hak-hak dasar mereka.
Ia menegaskan bahwa kebijakan strategis di Papua harus melibatkan dialog publik, DPR, akademisi, tokoh adat, gereja, dan masyarakat sipil agar tidak menimbulkan ketidakadilan atau konflik baru.
Cheroline menutup pernyataannya dengan mendesak pemerintah membuka ruang konsultasi luas sebelum mengambil keputusan yang berdampak jangka panjang bagi Papua dan Indonesia.-***

















