Kang Iyus (panggilan Yusuf Sumpena) meyakini tidak efektifnya BIJB lantaran perencanaan yang kurang matang bahkan terkesan terburu buru tanpa dibarengi analisis bisnis yang matang. Segmentasi dan target market yang tidak sesuai sasaran, positioning yang tidak tepat menjadikan BIJB sebagai bandara yang mewah sebatas sebagai simbol semata.
Mayoritas pengguna pesawat terbang di Jawa Barat berada Bandung dan sekitarnya sesuai dengan lokasi kegiatan bisnis di manq ada di seputaran Bandung.
Oleh karena itu, secara geografis mereka lebih memilih bandara terdekat yaitu di Bandara Internasional Husen Sastra negara bahkan ada kecenderungan memilih ke Bandara Cengkareng Tangerang atau Bandara Internasional Soekarno Hatta dan Bandara Halim daripada harus ke BIJB Kerta Jati.
Market BIJB menurut Kang Iyus lebih tepat untuk warga Cirebon ,Kuningan, Indramayu, Brebes, Tegal, namun prosentase pemakaian transportasi udara sangat minim. “Ini sebuah kesalahan karena tidak menggunakan analisis bisnis yang tepat,” kata Kang Iyus.
Kang Iyus menyarankan manajemen BIJB harus memiliki strong point dan selling point untuk menarik pasar. Demikian juga terhadap pihak maskapai, strong point dan selling point termasuk Aero City harus dikaji secara matang dan profesional oleh konsultan.
“Jangan konsultan asal asalan. Dibutuhksn regulasi dari penprov Jabar serta pusat,” katanya.
Evaluasi atau kajian bisnis ini harus serius dilakukan, sebab kata Kang Iyus, kalau tidak serius sebaiknya penerbangan Jawa Barat difocuskan saja ke bandara Internasional Husen Sastrannegara yang sudah jelas dan profesional pengelolaannya.
Sementara BIJB dikhususkan untuk hanggar pesawat pemeliharaan, perawatan pesawat TNI, Polri dan swasta. Selain itu bisa dipergunakan penerbangan umroh dan penerbangan haji tahunan. “Alangkah lebih baik lagi jika biaya operasional di alihkan untuk kepentingan yang lain untuk rakyat,” tutup Kang Iyus. ***