Oleh: Dewi Farah (Anggota Satu Pena Jawa Timur)
Di tanah yang diselimuti do’a dan debu kenangan, berdirilah Masjid Ghamamah – sebuah saksi bisu yang menampung gema sejarah dan hembusan rahmat. Namanya berarti “awan”, dan benar adanya, seolah langit sendiri pernah menunduk di atasnya, menebarkan teduh bagi Rasulullah dan para sahabat. Di bawah naungan Ghamamah, waktu seakan berhenti, membiarkan setiap hembusan angin membawa kisah yang tak lekang oleh zaman.
Masjid ini bukan sekedar bangunan batu dan kubah, melainkan lembaran kitab yang ditulis dengan tinta keimanan. Disinilah Rasulullah pernah menunaikan shalat Id, disinilah pula awan menaungi beliau, seakan langit ingin turut bersujud. Setiap batu di dindingnya menyimpan dzikir, setiap lengkung pintunya memantulkan salam. Ghamamah bukan hanya nama, melainkan metafora kasih Ilahi yang meneduhkan hati yang haus akan makna.
















