Madinah, kota yang berdenyut dengan cinta Rasul, memeluk masjid Ghamamah seperti seorang ibu yang menjaga anaknya. Di antara langkah para peziarah, tercium aroma sejarah yang lembut, seperti wangi tanah setelah hujan rahmat. Cahaya matahari yang jatuh di halaman masjid bukan sekedar sinar, melainkan serpihan cahaya surga yang menuntun jiwa menuju ketenangan. Di sini, setiap langkah menjadi do’a, setiap pandangan menjadi dzikir.
Masjid Ghamamah berdiri diantara masa lalu dan masa kini, menjadi jembatan antara dunia fana dan keabadian. Kubahnya memantulkan langit, seolah berkata bahwa setiap awan yang melintas membawa pesan cinta dari Sang Pencipta. Di bawah naungannya, hati manusia luluh, ego mencair dan jiwa menemukan rumahnya. Ghamamah bukan hanya tempat, melainkan perasaan – sebuah keteduhan yang lahir dari iman.
Ketika senja menurunkan tirainya diatas Madinah, masjid Ghamamah bersinar lembut, seperti lentera yang menuntun pejalan malam. Di sanalah jejak cahaya itu berdiam, menuntun setiap hati yang mencari arah pulang. Di bawah naungan Ghamamah, manusia belajar bahwa cahaya sejati bukan datang dari matahari, melainkan dari hati yang mengenal Tuhan.
Madinah, 2025

















