TERASJABAR.ID – Pernikahan anak di bawah umur kembali menjadi sorotan di Indonesia, khususnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Salah satu kasus yang viral melibatkan sepasang remaja, di mana mempelai perempuan masih berusia sekitar 12 tahun, baru lulus sekolah dasar (SD), dan mempelai laki-laki berusia 15 tahun, duduk di bangku SMP.
Video tingkah laku mempelai perempuan yang terlihat tantrum di pelaminan menjadi perbincangan di media sosial, memicu diskusi tentang tradisi kawin culik, pernikahan dini, dan upaya pemisahan yang ternyata tidak berhasil mencegah pernikahan tersebut. Berikut adalah fakta-fakta terkait kasus ini.
1. Pernikahan Anak di Bawah Umur di Lombok Tengah
Pernikahan ini terjadi di Desa Penganjek, Kecamatan Tonggat, Lombok Tengah, pada September 2020. Mempelai laki-laki, Suhaimi (15), dan mempelai perempuan, Nur Herawati (12), yang masih duduk di kelas enam SD, menikah setelah sebuah insiden yang dipicu oleh keterlambatan pulang. Video ijab kabul mereka diunggah di media sosial pada 14 September 2020 dan menjadi viral karena usia kedua mempelai yang masih sangat muda.
2. Pemicu Pernikahan: Tradisi dan Tekanan Sosial
Pernikahan ini berawal dari peristiwa ketika Suhaimi mengajak Nur Herawati berlibur ke Wisata Abangan, Desa Pringgarata, hingga pulang malam. Orang tua Nur Herawati menolak menerima anaknya kembali karena dianggap telah melanggar norma sosial, yakni pulang terlambat bersama laki-laki. Akibatnya, keluarga mempelai perempuan memaksa Suhaimi untuk menikahi Nur Herawati demi menghindari “aib” di masyarakat. Keputusan ini diambil meskipun keduanya masih di bawah umur dan pernikahan dilakukan secara agama tanpa melibatkan Kantor Urusan Agama (KUA).
3. Tradisi Kawin Culik Suku Sasak
Kasus ini terkait erat dengan tradisi “merariq” atau kawin culik suku Sasak, yang umum di Lombok. Dalam tradisi ini, calon mempelai pria “menculik” calon mempelai perempuan dengan persetujuan keduanya, biasanya pada malam hari, dan membawanya ke rumah kerabat pria. Proses ini seharusnya melibatkan pengawasan ketat tetua adat dan persetujuan keluarga, tetapi sering disalahgunakan untuk membenarkan pernikahan paksa atau pernikahan anak. Dalam kasus Suhaimi dan Nur Herawati, “penculikan” terjadi karena tekanan sosial, bukan perencanaan matang sesuai adat. Tradisi ini menjadi salah satu faktor utama tingginya angka pernikahan dini di Lombok, terutama di Lombok Timur dan Lombok Tengah.
4. Video Viral: Tingkah Mempelai Perempuan Jadi Sorotan
Video pernikahan ini menjadi perbincangan karena tingkah laku mempelai perempuan, Nur Herawati, yang terlihat tantrum di pelaminan. Ekspresi ini diduga mencerminkan ketidaksiapan atau tekanan emosional yang dialami anak seusianya dalam menghadapi pernikahan. Video tersebut, yang diunggah melalui akun media sosial, memicu reaksi beragam dari netizen, mulai dari simpati hingga kritik terhadap budaya yang memungkinkan pernikahan anak terjadi.