Jika di masjid lain tulisan penanda jenis kelamin berbahasa Indonesia dan Arab (Pria/ikhwan dan Wanita/akhwat), di sini tulisannya dalam bahasa Indonesia dan Inggris (Pria/Man dan Wanita/Woman).
Di area wudu dan toilet ini ada sekumpulan bocil sedang bermain. Selesai makan, saya dekati mereka. Waduh, mereka ternyata bermain korek api. Berbahaya. Empat anak ini masih sangat cilik. Yang paling besar kelas 1 SD berumur tujuh tahun, yang paling kecil baru empat tahun.
Saya nasehati mereka untuk tidak main korek api karena berbahaya salah-salah bisa terbakar. Setengah memaksa juga sih sebenarnya, saya larang. Sebagai gantinya saya kasih mereka hadiah, dan ajak foto bareng. Meski agak kesal mereka akhirnya mengerti.
Selesai itu saya kembali melanjutkan perjalanan. Masuk Purworejo saya memilih melintas jalan By Pass Soekarno-Hatta. Tidak masuk kota. Karena saya memperhitungkan jarak ke Jogja masih lumayan jauh. Di bypass ini saya berhenti sebentar untuk minum es dawet ireng.
Masuk daerah Bagelen akhirnya saya dapat hujan. Tidak terlalu deras, tapi lama kelamaan bikin basah juga. Alhamdulilahnya saya bisa menepi di kanopi toko yang tutup.
Begitu hujan reda saya lanjut lagi. Menepi di Masjid Miftahul Huda Desa Bapangsari. Usai shalat saya nyeduh kopi yang disediakan masjid, sambil berselonjor. Di teras masjid itu ada rombongan keluarga dari Sukoharjo yang sedang lamaran dengan gadis daerah itu.
Tidak berlama-lama saya bergerak lagi. Masuk wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditandai dengan tugu gerbang besar di kiri kanan jalan. Saya berhenti untuk ambil beberapa foto.
Merayakan rasa senang telah masuk wilayah Yogya, saya makan nasi kebuli Abuya yang ada tidak jauh dari perbatasan itu. Harganya cukup bersahabat. Kebuli ayam plus es teh manis Rp 25.000.