Oleh: Taufik Abriansyah GOWES sepeda yang dilakukan Taufik sudah semakin jauh. Ini kisahnya. Menurut hitungan kalender, hari ini persis satu bulan perjalanan gowes Bandung Barat - Merauke sejak start tanggal 26 April 2025. Namun menurut hitungan hari gowes, ini baru hari ke 27, karena saya ada jeda 4 hari pulang ke Bandung untuk menghadiri wisuda anak bungsu saya : Boy Naratama. Hingga hari ini pencapaian saya cukup baik. Saya telah menempuh lebih dari 1.500 km. Sudah tiba di pulau ke empat (dari enam pulau). Sejauh ini berjalan lancar. Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Saya bersyukur mendapat dukungan dari keluarga, tetangga, teman, dan handai taulan. Bahkan dari orang-orang yang sebelumnya tidak kenal sama sekali. Seperti hari ini. Saya mendapat bantuan atau dukungan dari orang yang tidak dikenal yang berkontribusi pada kelancaran perjalanan touring saya ini. Di Sumbawa Besar saya menginap di rumah Pak Andre, juragan hordeng asal Bandung. Beliau lalu menghubungi perantau asal Sunda Aki Memet, yang juga seorang goweser, untuk melepas dan mengantar saya hingga batas kota. Sebelum berangkat, Pak Andre menyuguhi saya sarapan nasi kuning terlebih dahulu. "Ati-ati, sing salamet di parjalanan," katanya. Dari rumah Pak Andre di daerah Lempeh, Aki Memet mengantar saya menuju arah selatan. Melewati Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin dan Pasar Seketeng. Di lampu merah setelah pasar belok kanan ketemu Istana Dalam Loka. Aki Memet menunjukkan kepada saya jejak Kerajaan Sumbawa yang masih tersisa. Juru kunci Istana Dalam Loka Pak Subhan menyilakan saya untuk mengambil foto sebagai dokumentasi saya pernah tiba di sini. Dari Istana Dalam Loka kami menuju jalan raya yang menghubungkan kota Sumbawa Besar dengan kota Bima. Langsung dihadapkan dengan tanjakan. Lumayan tajam dan lumayan panjang. Ada mungkin sekitar tiga kilometer. Mungkin karena sudah biasa melewati jalur ini, Aki Menet yang sudah berusia 65 tahun, terlihat rileks saja. Sementara saya kepayahan. Aki Memet punya nama lengkap Rahmat Slamet asal Majalengka. Sudah 41 tahun menetap di Sumbawa Besar. Pensiunan guru mata pelajaran IPS. "Sekarang saya PNS, Pensiunan Numpakan Sapedah," katanya. Aki Memet mengantar saya hingga depan Gedung DPRD Kabupaten Sumbawa. Kabupaten ini punya slogan "Sabalong Samalewa" yang bermakna saling membantu dan saling bekerja sama. Bonusnya buat saya setelah itu kontur jalan cenderung menurun. Jalannya sepi dan mulus. Saya bisa melaju dengan cepat. Baru di daerah Mayo Hilir saya terpaksa berhenti. Gara-gara tiang tenda yang disimpan di rak depan terlepas dan terjatuh. Setelah mengembalikan tiang di tempatnya, saya melaju lagi. Di Puskesmas Maronge baru beristirahat. Cuaca sangat panas. Suhu mencapai angka 33 derajat celcius. Di bawah rindang pohon turi di depan kantin saya menikmati pisang goreng dan pocari. Joss. Di jalur ini saya sering sekali dipanggil "mister". Baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Mungkin dalam pikiran mereka yang punya hobi turing bersepeda itu cuma bule. Saya berhenti lagi saat Zhuhur di Masjid Al Mutaqien Desa Brang Kolong. Habis shalat sempat bercengkerama dengan anak-anak SD yang baru pulang sekolah. Mereka tertawa gembira saat saya bagi hadiah. Tentu saja sebelumnya saya kasih kuis dulu. Di sepanjang ruas jalan ini, selain melihat banyak kebun jagung, banyak pula kebun bawang, dan peternakan sapi. Menurut cerita warga setempat, menanam jagung dan bawang dilakukan secara bergantian. Sekitar jam 16.30 saya masuk Kecamatan Empang. Kota kecamatan ini adalah jarak ideal untuk etape hari ini. Dari Sumbawa Besar tadi saya sudah menempuh harak 98 kilometer. Sementara besok ke Dompu jaraknya juga sekitar 90 kilometer. Hari ini saya bisa tiba relatif cepat karena kontur jalannya yang kebanyakan menurun. Saya berhenti di Indomaret. Beli minuman penyegar sekaligus memeriksa maps. Di sekitar situ ada masjid besar dan tenyata ada juga losmen. Lalu datang seorang pria bermotor menghampiri saya. Mengenalkan diri bernama Juan Lao. Rupanya dia kenalan Pak Turjihad, teman saya ketua P3SRS di Jatinangor. Mereka kenal di medsos Tiktok karena punya hobi yang sama : menyanyi. Jadi mereka sering nyanyi bareng di Tiktok, tapi belum pernah jumpa langsung. Juan Lao adalah nama Tiktoknya. Nama aslinya adalah Mulyawan. Guru SD. "Alhamdulilah saya juga menjabat sebagai kepsek. Tapi SD saya jauh ke dalam lagi " katanya. Om Juan lalu mengenalkan saya kepada temannya Pak Ahmad Lamo, staf di Kecamatan Empang. "Istirahat disini bareng saya saja Om," katanya saat kami bertandang di sebuah ruang di Kantor Kecamatan. Selesai maghrib, Om Juan mengajak saya bertamu ke rumah temannya yang lain. Ternyata temannya yang satu ini serius bermain medsos. Terutama di Tiktok. Di rumahnya ada semacam studio perlengkapan untuk siaran live. Namanya Arsil. Sebagai Tiktoker dia punya akun bernama Lagu Sumbawa. Saya lalu diajak untuk siaran live di Tiktok. Meski dalam keadaan lelah dan mengantuk saya oke saja. Bercerita tentang pengalaman bersepeda bukan hal yang sulit buat saya. Selain itu ini juga kesempatan bagi saya untuk berbagi sedikit pengetahuan saya. Jadilah saya siaran di Tiktok. Penontonnya lumayan banyak. Sambutan penontonnya juga lumayan beragam. Ini pengalaman baru buat saya. Meski sudah beberapa bulan ini punya akun Tiktok, saya belum pernah siaran live. Yang mengejutkan, saat kembali ke kamar tempat saya menginap, Om Arsil datang sambil menggenggam uang. "Ini pak rezeki kita," katanya. Mengejutkan karena jumlah uang itu sungguh tidak lazim. Yaitu Rp 204.000.- Ya saya anggap sebagai honorariun siaran tadi. Namun ada yang lebih mengejutkan saya lagi. Menurut Om Arsil ada penonton yang minta saya mendo'akan khusus untuk almarhum bapak dan almarhum kakaknya. "Penonton kita namanya Ika minta do'a khusus dari bapak" kata Om Arsil. Waduh. Saya teringat Pak Muhammad, pemulung yang ketemu di masjid kemarin, yang membacakan Al Fatihah untuk saya. Sekarang gantian saya bacakan surat Al Fatihah untuk nendo'akan almarhum bapak dan kakaknya Ika.Sebuah pengalaman baru lagi. Empang (Sumbawa Besar), 26 Mei 2025