Ada beberapa alasan memakai jasa laundry saat touring. Pertama, menghemat waktu dan tenaga. Kedua, pakaian pasti kering. Ketiga, jasa laundry ada dimana-mana. Keempat, tarifnya masih terjangkau. Jadi kini di setiap touring yang memakan waktu berminggu-minggu, saya menyiapkan bujet untuk laundry.
Selesai nyuci saya kontak Pakde Dumehno. Rencananya kami akan bersilaturahmi dengan seorang goweser yang punya banyak koleksi sepeda federal di rumahnya.
Tapi belum lagi saya mendorong sepeda, Om Zul telah menyajikan sarapan untuk saya santap. Di meja panjang di bawah Rumah Pohon. Kata ustad, kita tidak boleh menolak rejeki. Ya sudah saya sikat dulu. Menunya lalapan ikan goreng.
Selesai sarapan saya mulai bergerak menuju Alun-alun Jember. Tempat tikum janjian saya dengan Pakde Dumehno. Dari Wirolegi tinggal mengikuti jalan raya saja.
Saya pernah ke kota Jember sebelumnya. Puluhan tahun silam. Dua kali. Pertama saat rekan saya di Majalah GATRA Biro Bandung, Mappajarungi menikah. Kebetulan jodohnya itu berasal dari Jember.
Waktu itu saya berangkat berempat. Saya, teh Ida Farida, Sulhan Syafei, dan Memmy Chowie. Kami menggunakan kereta api yang difasilitasi staf Humas PT Kereta Api Indonesia Sukendar Mulya (kini sudah almarhum).
Yang kedua saat saya membantu mengerjakan liputan tentang petani tembakau di Jember dan Madura. Ada kenangan lucu dalam liputan ini.
Petani yang saya temui semula enggan bercerita. Dia khawatir hasil liputan saya akan berdampak pada pekerjaannya. Susah payah saya berusaha meyakinkannya bahwa dia akan baik-baik saja.
Nah saat saya hampir menyerah, lagu Iwan Fals yang dia setel pas lagu Galang Rambu Anarki. Saya lalu bercerita di balik layar tentang lagu itu. Si bapak terpesona.
Apalagi saat diputar lagu berikutnya, saya bisa menjelaskan cerita di balik layarnya. Si bapak melunak, dan akhirnya bercerita tentang bisnis tembakau. Wawancara menjadi lancar karena kita sama-sama Orang Indonesia.