Bapak ini bernama Pak Sugianto. Sudah satu minggu nungguin truk tanki pembawa aspal itu. “Lagi nyari sparepartnya di Sumbawa. Mudah-mudahan hari ini sudah ada,” katanya. Ya Allah pak, seminggu nungguin truk di tengah leuweung begini.
Saya merayap lagi. Lalu di tengah situasi ngap-ngapan itu ada mobil sedan berwarna biru menyalip dan berhenti di depan saya. Penumpangnya turun. Tiga orang laki-laki. Masih muda-muda.
Alhamdulillah saya tidak punya pikiran bahwa mereka orang jahat yang mau memegal saya. Pikiran saya mereka anak muda yang aktif di media sosial. Semacam konten kreator lah. Ada orang bersepeda di Nanga Tumpu dalam keadaan terik matahari seperti ini tentu menarik untuk dijadikan konten.
Benar saja. Mereka bilang sudah memvideokan saya, dan minta izin untuk mengunggahnya. Wah keren, mereka minta izin dulu. Lebih kerennya lagi sebelum berpisah mereka menyalami saya dengan selembar uang berwarna biru. Alhamdulillah, rezeki peturing saleh.
Ada sekitar 4 kilometer menempuh jalan menanjak, akhirnya saya ketemu tempat semacam rest areanya. Jalannya datar. Banyak pedagang bermotor. “Nanti setelah tower itu baru jalannya turun, bang,” kata seorang pedagang cilok.
Rupanya harus mendaki beberapa ratus meter lagi. Di bawah tower ada gardu. Antara gardu listrik atau perusahaan telekomunikasi. Tulisan di gardu itu yang menarik perhatian saya: Demokrasi Bukan Jalan Islam.
Setelah melewati tower, jalan mulai menurun. Terus menurun. Panjang pisan. Alhamdulillah, saya sudah berhasil melewati tanjakan Nanga Tumpu. Dan perut jadi terasa lapar.
Di Desa Banggo akhirnya saya bertemu warung makan. Mungkin sudah lewat jam makan, menu yang ada hanya tersedia potongan ayam. Ya sudah saya sikat juga.
Jalan lagi. Kontur jalan sudah datar. Sampai pertigaan Soriutu. Ini kota kecamatan yang terasa ramai. Ada pasar, bank, mini market , dan masjid dengan kubah besar menyambut. Masjid Besar Nurul Askar. Suasanya terasa suasana kota.
Di ruas jalan yang datar ini saya melihat banyak kambing berkeliaran mencari makan di tengah jalan. Mereka melahap biji-biji jagung yang berceceran di jalan.
Masuk Kecamatan Woja ketemu tanjakan lagi. Dan lumayan tajam. Ngos-ngosan dan keluar keringat lagi.
Dengan sisa-sisa tenaga akhirnya saya masuk kota Dompu sekitar jam 17.00. Menempuh 95 kilometer hari ini lumayan menguras tenaga.
Dompu, 27 Mei 2025