H. Nizar Sungkar: Legitimasi, Bukan Klaim
Di tengah kekisruhan ini, nama H. Nizar Sungkar muncul bukan sebagai figur kompromi, melainkan sebagai penegak legitimasi dan penyatu gerakan.
Musprov Hotel Preanger adalah momentum kembalinya marwah Kadin Jabar ke jalur konstitusional. Semua tahapan, mulai dari undangan resmi, verifikasi peserta, hingga pleno pemilihan, dijalankan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin Indonesia.
Artinya, tidak ada ruang tafsir untuk menyebut kepemimpinan Nizar sebagai “versi”. Ia adalah hasil sah dan final dari proses organisasi yang legitimate.
Lebih jauh, kepemimpinan Nizar menawarkan paradigma baru: “Satu Kadin Jabar, Satu Suara, Satu Masa Depan.”
Bukan retorika kosong, tapi panggilan untuk menghentikan perang dingin yang melelahkan. Dalam situasi ekonomi yang menantang, pengusaha tidak butuh dua organisasi yang saling serang — mereka butuh kepastian arah dan kebijakan yang berpihak pada dunia usaha.
Politik Bayangan di Balik Organisasi
Mari bicara jujur: konflik di tubuh Kadin Jabar bukanlah konflik ideologis. Ia adalah konflik kepentingan politik.
Ada pihak yang berupaya menjadikan Kadin sebagai alat legitimasi kekuasaan, bukan mitra strategis pemerintah.
Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kadin sudah jelas: Kadin adalah organisasi independen dan non-partisan yang menjadi wadah tunggal dunia usaha. Bukan kepanjangan tangan birokrasi, apalagi perpanjangan nafsu politik.
Mereka yang mencoba menduplikasi struktur, menggelar musyawarah tandingan, dan menyebarkan narasi palsu sejatinya sedang bermain api. Mereka menukar kehormatan organisasi dengan kepentingan sesaat. Dan setiap kali mereka bicara atas nama Kadin, mereka sedang menggadaikan masa depan dunia usaha Jawa Barat.
Dunia Usaha Butuh Kepastian, Bukan Drama
Kita perlu berkata tegas: dualisme harus dihentikan sekarang juga.
Setiap jam yang dihabiskan dalam konflik adalah jam yang mencuri kesempatan dari pelaku usaha. Setiap pernyataan saling klaim menambah kebingungan investor dan menurunkan kredibilitas Jawa Barat di mata nasional maupun internasional.
Lihatlah provinsi lain — Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan — mereka bergerak cepat dengan Kadin yang solid dan aktif mendorong investasi.
Sementara kita di Jawa Barat, justru terjebak dalam drama berkepanjangan. Apakah kita rela melihat peluang lepas hanya karena ego yang tidak mau tunduk pada hasil Musprov sah?