Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Dr. Kumara Adji Kusuma, menyatakan bahwa jika konflik Israel-Iran meluas dan mengganggu jalur perdagangan minyak seperti Selat Hormuz, dunia bisa menghadapi krisis energi besar-besaran. “Jika tiga front—Timur Tengah, Eropa, dan Asia—menyala bersamaan, kita berada di ambang krisis global terbesar sejak 1945,” ujarnya.
Indonesia: Oase Aman di Tengah Badai Global
Di tengah ancaman Perang Dunia III, Indonesia muncul sebagai salah satu negara yang dianggap teraman di dunia, menurut laporan Daily Mail yang merujuk pada Global Peace Index. Indonesia menempati peringkat 49 sebagai negara teraman, berkat sikap netralitasnya dalam politik global dan kebijakan luar negeri “bebas aktif” yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada 1948. Kebijakan ini memungkinkan Indonesia untuk tetap independen dan tidak memihak dalam konflik internasional, menjadikannya tempat yang relatif aman dari dampak langsung perang global.
Selain Indonesia, Daily Mail juga menyebutkan negara-negara seperti Islandia, Irlandia, Selandia Baru, dan Fiji sebagai tempat yang aman karena lokasinya yang terpencil, netralitas politik, atau sistem keamanan yang kuat. Islandia, misalnya, telah menduduki peringkat sebagai negara teraman sejak 2008, sementara Selandia Baru memiliki medan pegunungan yang sulit ditembus dan sejarah netralitas yang panjang.
Mengapa Indonesia Dianggap Aman?
Netralitas Indonesia dalam konflik global menjadi salah satu alasan utama mengapa negara ini dianggap aman. Sejak awal kemerdekaan, Indonesia konsisten menjalankan politik luar negeri bebas aktif, yang berfokus pada kedaulatan dan perdamaian dunia tanpa berpihak pada blok tertentu. Hal ini terlihat dari keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memilih menghadiri undangan Presiden Rusia Vladimir Putin ketimbang menghadiri KTT G7 di Kanada, menunjukkan sikap Indonesia yang menjaga jarak dengan kekuatan Barat seperti Amerika Serikat.