TERASJABAR.ID – Pada 23 Juni 2025, Iran mengumumkan rencana resmi untuk menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran vital yang mengangkut sekitar 20% pasokan minyak dunia. Keputusan ini dipicu oleh eskalasi konflik dengan Israel dan Amerika Serikat (AS), yang baru-baru ini melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Penutupan Selat Hormuz, meski belum final dan menunggu persetujuan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, telah memicu kekhawatiran global tentang lonjakan harga minyak dan potensi krisis ekonomi serta geopolitik berskala besar. Benarkah dunia akan menghadapi krisis global jika ancaman ini menjadi kenyataan? Mari kita telaah lebih dalam.
Selat Hormuz: Urat Nadi Energi Dunia
Selat Hormuz, yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman, adalah jalur pelayaran tersibuk dan paling strategis di dunia. Sekitar 18-20 juta barel minyak per hari—atau 20-26% konsumsi minyak global—melewati selat ini, terutama dari negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, dan Iran sendiri. Selain minyak, sekitar 20% perdagangan gas alam cair (LNG) global, terutama dari Qatar, juga melintasi jalur ini. Lebar selat hanya 33 km pada titik tersempit, dengan jalur pelayaran selebar 3 km di setiap arah, menjadikannya sangat rentan terhadap gangguan.
Penutupan selat ini, bahkan jika hanya sementara, akan menghentikan aliran minyak dan gas ke pasar global, terutama ke Asia (China, India, Jepang, Korea Selatan), Eropa, dan Amerika Utara. Tidak ada jalur laut alternatif yang mampu menampung volume sebesar ini, meskipun Arab Saudi dan UEA memiliki pipa darat dengan kapasitas terbatas.