Oleh : Subchan Daragana
Pemerhati Sosial / Ketua IPSM Prov Jabar
Di tengah hiruk-pikuk Bandung dan kota-kota lain di Jawa Barat, ada data yang membuat kita tertegun: tingkat perceraian tertinggi di Indonesia terjadi di Jawa Barat, dan 77% di antaranya adalah gugatan cerai dari pihak istri. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia adalah potret getir dari rumah -rumah yang dulu penuh tawa, kini dihuni sepi dan luka.
Kita hidup di zaman di mana para istri lebih rajin ikut pengajian daripada suaminya, lebih peka terhadap ajaran agama, namun juga lebih berani mengambil keputusan ketika rumah tak lagi memberi makna. Banyak suami hadir di rumah, tapi tidak benar-benar ada—lelah oleh pekerjaan, larut dalam gawai, atau hilang arah spiritual. Sementara para istri, di tengah kejenuhan dan tuntutan zaman, mencari makna hidup dari layar media sosial.
Akhirnya, rumah kehilangan ruhnya. Ia tetap berdiri, tapi tak lagi menjadi sakinah—tempat jiwa berlabuh.
Rumah, Amanah yang Hilang Maknanya :
Dalam Islam, rumah adalah lembaga suci yang dibangun atas tiga fondasi: sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). Allah berfirman:
«“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya…” (QS. Ar-Rum: 21)»
Namun, ketenangan itu tidak mungkin hadir tanpa komunikasi yang jujur dan iman yang hidup. Kini, banyak pasangan berbicara setiap hari, tapi tak benar-benar mendengarkan. Di ruang keluarga, suami dan istri duduk berdekatan tapi sibuk dengan dunianya masing-masing.















