Selain itu, Kepala Regional PTPN 1 Regional 2, Deswanto menjelaskan bahwa luas area yang masuk dalam program penghijauan ini mencapai 6.000 hektar yang di antaranya ada 1.500 hektar lahan sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian.
“Alih fungsi lahan ini akan memicu risiko bencana. Oleh sebab itu, kami siap bekerja sama untuk mengembalikan area ini dengan tanaman komoditi seperti teh, pohon kina, kopi, dan tanaman tahunan lainnya untuk konservasi lahan,” kata Deswanto.
Deswanto juga menambahkan bahwa tanaman teh memiliki akar yang dalam dan akan sangat efektif dalam menyerap sekaligus menahan air, sehingga sangat mendukung upaya konservasi air dan mencegah bencana alam.
Selain itu, masyarakat yang terdampak oleh program ini akan dilibatkan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman.
“Harapan kami agar masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian mereka,” ujarnya.
Eyang Memet, Ketua Yayasan Pranata Giri Raharja yang aktif melakukan reboisasi di sekitar wilayah Pangalengan mengingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem sekitar kebun teh.
“Di sekitar kebun teh, kita harus memiliki hutan koloninya untuk mencegah hama. Kita juga perlu mengembangkan konsep ‘jalur hijau’ untuk mengurangi risiko run-off (banjir/longsor),” ungkap Eyang Memet.
Dia juga menekankan pentingnya pemahaman tentang tanaman yang cocok ditanam di sekitar mata air atau sepadan sungai serta mengusulkan agar tanaman-tanaman khas Sunda bisa ikut ditanam pada rencana penghijauan ini.
“Kita harus sadar bahwa tanaman yang tumbuh di sekitar sumber mata air harus sesuai dengan ekosistem agar tidak merusak lingkungan,” katanya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah Kabupaten Bandung untuk melakukan penghijauan dan memperbaiki kualitas lingkungan di kawasan Pangalengan. Program penghijauan ini diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan alam dan melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya pelestarian lingkungan.(**)
















