1. Akar Kontroversi:
Dua Paradigma yang Berbeda Menteri Keuangan Purbaya menilai masih banyak daerah yang tidak menyerap anggarannya secara optimal. Dana APBD yang mengendap di bank tidak hanya menurunkan efektivitas pembangunan, tetapi juga memperlambat perputaran ekonomi. Purbaya menekankan pentingnya disiplin fiskal, tata kelola yang bersih, dan percepatan belanja publik agar kesejahteraan rakyat tercapai nyata.
Sementara itu, Kang Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pembangunan daerah tidak cukup diukur dari serapan anggaran, tetapi dari dampak sosial yang dirasakan masyarakat. Ia menolak birokratisasi berlebihan dan mendorong pendekatan kultural yang menghidupkan gotong royong, pesantren, dan potensi desa.
Paradigma Menkeu Dr. Purbaya Gubernur KDM Fokus Penyerapan APBD penuh, efisiensi fiskal, anti-korupsi Keadilan sosial, pemberdayaan rakyat dan kemandirian lokal Pendekatan Tujuan Teknokratis dan akuntabel Perputaran ekonomi di daerah
2. Analisis:
Sinkronisasi Fiskal dan Sosial Kultural dan partisipatif Kesejahteraan berbasis rakyat Kebijakan pusat dan daerah seharusnya tidak dipertentangkan.
Penyerapan anggaran yang tinggi memang penting, tetapi harus disertai kualitas program dan kejujuran pelaksanaannya. DNIKS berpandangan bahwa sinergi pusat–daerah menjadi kunci mewujudkan kesejahteraan sosial.
3. Rekomendasi Kebijakan:
1. Setiap daerah wajib memastikan APBD terserap sesuai perencanaan, tanpa penyimpangan.
2. Pemerintah pusat perlu memberikan fleksibilitas daerah dalam inovasi sosial dan pemberdayaan masyarakat.
3. Sinergi DNIKS–Bappenas–Kemenkeu untuk membangun sistem pemantauan serapan anggaran dan dampak sosial secara digital nasional.
4. Kolaborasi CSR, zakat, infak, dan sedekah diarahkan untuk mendukung percepatan kesejahteraan di daerah-daerah miskin.


















