Risiko Jika Monolog Bertahan:
Pola lama menyisakan risiko besar. Publik makin jauh dari kanal resmi, ruang digital instansi jadi panggung kosong, dan hoaks makin mudah berkembang. Pada akhirnya, pemerintah bisa kehilangan legitimasi. Program sebaik apa pun akan sulit diterima jika komunikasi publik tidak hidup.
Menyemai Empati:
Solusinya sederhana: mulai dari empati. Jawablah komentar publik dengan ramah, sederhanakan bahasa teknis, sajikan data dengan jujur. Bahkan pengakuan atas keterbatasan—“Kami sedang berusaha, mohon waktu memperbaiki”—sering kali lebih dihargai ketimbang diam.
Bangsa yang kuat tidak hanya dibangun dengan proyek besar, tetapi juga dengan rasa percaya yang tumbuh dari percakapan sehari-hari. Percakapan itu lahir ketika pemerintah berani beralih dari monolog ke dialog.
Penutup :
Kita hidup di era dialog. Publik ingin didengar, dihargai, dan diajak bicara. Jika komunikasi publik tetap bertahan pada monolog, rakyat hanya akan jadi penonton. Tapi jika dialog dibangun dengan empati, maka kepercayaan bisa dirajut kembali.
Komunikasi sejati bukan tentang siapa yang paling keras berbicara, melainkan siapa yang paling tulus mendengar. Pemerintah yang berani mendengar akan selalu lebih dekat di hati rakyatnya. ***
–