Musim kemarau yang lebih awal dan puncaknya pada Agustus berpotensi memengaruhi berbagai sektor, termasuk pertanian, ketersediaan air bersih, dan risiko kebakaran hutan. BMKG mengimbau pemerintah daerah, khususnya di wilayah yang masuk musim kemarau lebih cepat, untuk mempersiapkan langkah mitigasi seperti:
- Penyediaan Cadangan Air: Meningkatkan distribusi air bersih di daerah rawan kekeringan.
- Manajemen Pertanian: Menyesuaikan pola tanam dengan jadwal musim kemarau, seperti penggunaan varietas tanaman tahan kering.
- Pencegahan Kebakaran Hutan: Memperkuat patroli dan sosialisasi untuk mencegah kebakaran lahan, terutama di wilayah gambut seperti Kalimantan dan Sumatera.
BMKG juga menyarankan masyarakat untuk menghemat air selama periode ini dan waspada terhadap potensi kabut asap akibat kebakaran hutan, yang sering terjadi saat puncak musim kemarau.
Faktor Penyebab
Menurut BMKG, pola musim kemarau 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor klimatologi, termasuk fenomena La Niña lemah yang diprediksi terjadi pada paruh pertama 2025. La Niña ini dapat mempercepat transisi dari musim hujan ke kemarau di beberapa wilayah. Selain itu, aktivitas Monson Asia dan variabilitas suhu permukaan laut di Samudra Pasifik juga berkontribusi pada distribusi curah hujan yang tidak merata.
Imbauan BMKG
BMKG mengimbau masyarakat dan pemangku kepentingan untuk memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi seperti situs bmkg.go.id atau aplikasi Info BMKG. “Informasi prakiraan musim akan terus kami perbarui untuk membantu perencanaan di berbagai sektor,” tambah Dwikorita.
Musim kemarau 2025 memang menantang, tetapi dengan persiapan yang matang, dampak negatifnya dapat diminimalkan. Mari bersama-sama menjaga sumber daya air dan lingkungan untuk menghadapi periode kering ini. Untuk informasi lebih lanjut, pantau perkembangan prakiraan cuaca dari BMKG.