Tujuan lain untuk membuka peluang kerja sama yang fleksibel, termasuk dengan swasta dan memberikan perlindungan hak masyarakat atas akses PSU.
Sedangkan alasan perubahan Perda karena adanya perubahan kebijakan pusat dan RTRW Kota Bandung.
Selain itu Perda diubah karena proses pengawasan dan serah terima PSU masih lemah dan berbelit.
“Perda lama belum mendukung digitalisasi dan sistem terpadu PSU dan banyak pengembang tidak menyerahkan PSU karena ketiadaan sanksi yang kuat,” ujarnya.
Alasan lain Perda diubah karena kurangnya partisipasi dan transparansi bagi warga serta minimnya alternatif kerja sama untuk pengelolaan PSU dengan pihak ketiga.
Andri berharap perubahan Perda agar PSU diakui sebagai aset daerah dengan legitimasi hukum kuat.
Selain itu mempermudah dan mempercepat proses penyerahan PSU ke Pemkot dan verifikasi teknis menjadi lebih efisien dan transparan.
“Perubahan Perda agar tersedianya aturan tegas bagi warga atau pengembang yang melanggar dan mewujudkan integrasi data dan sistem PSU berbasis digital serta kolaborasi antara stakeholder, pengembang, warga, dan Pemkot lebih optimal,” ujar Andri.
Andri mengatakan kelemahan Implementasi Perda sebelumnya tidak berjalan efektif (serah terima lambat, sanksi tidak tegas, belum digital).
.
Menurut Andri harus ada evaluasi menyeluruh atas kegagalan implementasi lama, bukan hanya revisi normatif.
PSU berkaitan erat dengan tata ruang dan lingkungan, namun dalam Raperda tidak muncul isu seperti ruang terbuka hijau, daya dukung lingkungan, atau ketahanan iklim.
“Perda ini perlu menyatu dengan visi pembangunan berkelanjutan,” pungkas Andri.***