Meski begitu, identitas para pengirim masih menggunakan julukan atau nama samaran sehingga penyelidikan terus dilakukan.
Kapolda Jabar menambahkan, selain 4 orang inti, kelompok ini juga memiliki simpatisan, termasuk dari kalangan remaja dan pelajar. Polisi saat ini tengah mendalami sejauh mana keterlibatan mereka.
“Setelah itu mereka mengajak orang lain, baik sebagai penghasut maupun yang terhasut. Simpatisan juga banyak, termasuk remaja, mungkin pelajar dan yang lainnya, yang sudah disusupi,” tuturnya.
Kasus ini tidak hanya melibatkan Jawa Barat, tetapi juga sejumlah daerah lain. Polda Jabar sudah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, serta Mabes Polri, Bareskrim, dan Densus 88 untuk mengungkap aktor intelektual di balik jaringan ini.
“Tentu nanti akan kami ungkap siapa yang menyuruh melakukan, siapa intelektual dadernya, karena ini melibatkan beberapa daerah,” kata Rudi.
Dalam keterangannya, Kapolda Jabar juga membedakan antara paham anarkisme dan radikalisme. Menurutnya, kelompok ini belum sampai pada tahap radikal.
“Kalau radikalisme biasanya lebih berani mengorbankan jiwa raganya. Kalau ini lebih pada kekecewaan, kemiskinan, dan ketidakadilan yang mereka alami. Itu semua terungkap di buku-buku bacaan mereka,” tutupnya.***