Jalan Tengah: Etika Algoritma
Pertanyaan besar bagi kita adalah: bagaimana menakar manfaat dan mudharat algoritma? Jawabannya bukan dengan menolak teknologi, melainkan dengan mengelolanya.
Pertama, pemerintah harus hadir melalui regulasi digital progresif. Kominfo tidak cukup hanya jadi “pemadam kebakaran” menutup situs judi online, tapi harus mampu memastikan algoritma bekerja untuk kepentingan publik. China, misalnya, tegas membatasi jam bermain game anak-anak. Singapura sudah cemas dengan dampak sosial media pada generasi mudanya. Indonesia tidak boleh terlambat.
Kedua, literasi digital kritis harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Anak muda perlu tahu bahwa algoritma mengatur apa yang mereka lihat, sehingga mereka bisa bersikap kritis, bukan pasrah.
Ketiga, nilai agama dan budaya lokal harus dijadikan penyeimbang. Islam mengajarkan kesabaran, gotong royong, dan tawakal. Nilai ini bisa jadi benteng menghadapi budaya instan.
Keempat, kita perlu memperkuat ruang offline yang sehat. Interaksi sosial nyata, kegiatan budaya, dan pendidikan karakter harus tetap dijaga agar tidak semua hidup kita digantikan oleh layar.
Penutup: Menuju Indonesia Emas 2045
Algoritma bukan sekadar barisan kode. Ia kini menjadi struktur sosial baru yang mengatur cara kita hidup, bekerja, belajar, dan berinteraksi. Jika dibiarkan, kita berisiko menjadi Republik Algoritma: bangsa yang dikendalikan mesin global.
Namun, masa depan tidak harus gelap. Dengan regulasi yang tegas, literasi digital yang kuat, serta nilai agama dan budaya yang hidup, algoritma bisa menjadi alat peradaban. Ia bisa memperkuat, bukan melemahkan.
Menuju Indonesia Emas 2045, kita butuh kemerdekaan baru: bukan hanya di tanah dan laut, tapi juga di ruang digital. ***