Dalam bahasa komunikasi modern, “sadar mati” adalah bentuk tertinggi dari self-awareness. Ia membuat kita memilih kata dengan hati-hati, memperlakukan orang dengan empati, dan menghargai waktu dengan sepenuh perhatian. Sadar mati bukan tentang kuburan — tapi tentang cara kita menanam kehidupan yang akan dikenang.
Mungkin karena itulah, dalam setiap tradisi spiritual, kematian selalu diajarkan sebagai cermin kehidupan. Viktor Frankl, seorang psikiater yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi, menulis bahwa justru karena hidup terbatas, maka hidup punya makna. “Kalau hidup tak berakhir,” tulisnya, “maka waktu tak akan pernah kita hargai.”
Kita hidup di zaman di mana kematian sering dihindari, bahkan dipoles agar tidak terasa menyakitkan. Rumah duka dibuat senyaman mungkin, dan media sosial segera berganti topik hanya beberapa jam setelah kabar duka. Tapi diam-diam, penyangkalan terhadap mati justru membuat kita kehilangan arah hidup.