Ia kemudian menyinggung penampilan Dedi, yang sering mengenakan iket kepala putih, dengan membandingkannya dengan bandana Atta Halilintar.
“Dilihat dari outfit-nya, panutannya Atta Halilintar ya, putih-putih gitu, ente pemilik KFC?” ujar Fito, merujuk pada pakaian putih Dedi yang ia samakan dengan gaya Colonel Sanders.
Puncaknya, Fito menyebut Dedi sebagai “Mulyono Sunda,” yang dikaitkan dengan gaya blusukan mantan Presiden Joko Widodo, yang diklaim memiliki nama kecil Mulyono.
Cuplikan penampilan ini menyebar luas di media sosial, terutama melalui unggahan akun TikTok seperti @kana.pena.sukma dan @cakranuswantaram1, serta Instagram @cikarang.people.
Video tersebut memicu reaksi keras dari warganet, khususnya masyarakat Jawa Barat, yang merasa candaan Fito tidak hanya menyinggung Dedi sebagai pejabat publik, tetapi juga melecehkan iket kepala Sunda, simbol budaya yang diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak 2017
Reaksi Publik dan Warganet
Reaksi warganet di media sosial, termasuk di platform X, menunjukkan kemarahan yang signifikan. Banyak yang mengecam Fito karena dianggap merendahkan totopong, yang memiliki makna filosofis tentang sopan santun dan pengendalian pikiran dalam budaya Sunda. Seorang warganet menulis, “TIDAK MENERIMA KLARIFIKASI, ditunggu kehadirannya di Bandung, Fito Ditapradja, anda sudah mengusik simbol leluhur kami,” menunjukkan sentimen kuat terhadap pelestarian budaya
Komentar lain menyebut candaan Fito sebagai bentuk penghinaan yang tidak pantas. “Jangan biarkan menginjak Jabar lagi,” tulis seorang pengguna, sementara yang lain mempertanyakan, “Buat apa si komika jika hanya untuk pembullyan dan penghinaan saja?” Di platform X, warganet Sunda juga memperdebatkan apakah candaan tersebut pantas, dengan sebagian besar menilai Fito telah melampaui batas
Namun, ada pula yang membela Fito, menganggap roasting sebagai bagian dari komedi yang memang berisiko. Mereka menilai reaksi warganet berlebihan, mengingat konteksnya adalah hiburan. Meski begitu, suara pembelaan ini tenggelam di tengah gelombang kritik.