Kasus PMH yang dipermasalahkan adalah ketidaksesuaian ijazah Fufufafa ini dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017 khususnya di Pasal 169 huruf r junto pasal 13 Peraturan KPU No 19 tahun 2023 huruf r juga yang menyatakan bahwa Calon Presiden/Wapres berpendidikan paling rendah tamat SMA / Sekolah Menengah Atas, MA / Madrasah Aliyah, SMK / Sekolah Menengah Kejuruan, MAK / Madrasah Aliyah Kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat. Sebenarnya ada penjelasan bahwa “sederajat” yang dimaksud berarti ijazah harus diakui setara SMA/MA/SMK/MAK melalui penyetaraan resmi dari Kemendikbudristek atau Kemenag dan Calon Presiden/Wapres harus membuktikan ijazah atau dokumen penyetaraan yang sah dan legal. Artinya jikapun ada lulusan non-formal, wajib ada SK Penyetaraan dari Kemdikbudristek/Dirjen Dikti. Selanjutnya KPU memverifikasi ijazah dengan cara legalisasi serta klarifikasi ke sekolah/instansi yang menerbitkan.
Kalau melihat kronologi pendidikannya, SD ditempuh di SD Negeri 16 Mangkubumen Kidul, Laweyan Solo tahun 1993-1999) kemudian SMP di SMP Negeri 1, Jl MT Haryono Solo tahun 1999-2002 tampak wajar. Namun ketika ditelisik SMA-nya terjadi kesimpangsiuran data, ada yang menulis Orchid Park Secondary School (OPSS) Singapore tahun 2002-2005, namun ada data lain, misalnya yang pernah ditulis dalam Akun X dr Tifa berdasar kesaksian beberapa orang / sumber A1, bahwa Fufufafa bersekolah di SMA Santo Yosef selama 2 tahun sebelum (terpaksa, karena hampir tidak naik kelas) pindah ke SMK Kristen Solo.
Lebih membagongkan lagi kalau dilihat pendidikan sesudahnya, sempat ditulis di Wikipedia, Situs Forkompinda Solo, bahkan dipublikasikan melalui LKBN Antara saat Pemilu 2024 lalu, Fufufafa ini disebut lulus S1 di MDIS (Management Development Institute of Singapore) namun Ijazahnya dikeluarkan oleh University of Bradford United Kingdom, Inggris. Selanjutnya sempat ditulis lulus S2 di UTS / University Technology of Sidney, sebelum akhirnya dihapus dan malah “dibalik” urutannya ke UTS Australia dulu sebelum ke MDIS / Bradford UK di Singapore. Hal ini dilakukan karena kedapatan tercyduk bahwa ternyata saat di UTS hanya mengambil Program InSearch (semacam Preparatory Course / Matrikulasi sebelum masuk Perguruan Tinggi) saja, alias bukan level Sarjana apalagi Master / S2.
Lebih “memPetrukkan” lagi (kalau sebelummya disebut membagongkan diatas, alias aneh bin Ajaib), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Surat Keterangan No 9149/D.DI/KS/2019 menerbitkan “Surat Penyetaraan” yang menyebut bahwa Fufufafa “telah menyelesaikan pendidikan Grade 12 di UTS Insearch, Sidney, Australia tahun 2006” namun hanya setara dengan tamat SMK peminatan Akutansi dan Keuangan di indonesia, jadi InSearch UTS ini malah hanya dianggap level SMK saja. Surat tersebut anehnya lagi baru dikeluarkan 13 (tiga belas) tahun sesudahnya, yakni tanggal 6 Agustus 2019 oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Dr. Sutanto SH MA atasnama DirJen DikDasMen. Pemyetaraan InSearch UTS hanya dianggap selevel SMK dan Suratnya baru dikeluarkan 13 tahun dari ditempuhnya tahun 2006 inipun sebenarnya bisa jadi pertanyaan besar Apa yang sebenarnya terjadi? Ambyar.
Apalagi kalau melihat Kampus MDIS yang kini sudah diputus kerjasamanya alias tidak lagi berafiliasi dengan University Bradford UK tersebut sebenarnya hanya memiliki peringkat ke-46 dari 55 dari semua Universitas di Singapore (menurut situs peringkat kampus AD Scintific Index). Itupun Fufufafa lagi-lagi dapat nilai Lower alias peringat kedua dari bawah, yakni “second class honours second division” sebagaimana jelas tertulis di Ijazahnya yang sempat ditunjukkan saat di Loji Gandrung dan difoto oleh media-media mainstream (untuk hal ini kita pantas memberikan Apresiasi kepadanya, terlepas Asli atau tidak, dibanding ayahnya yang sampai sekarang tidak berani menunjukkan Ijazahnya atau maksimal hanya diperlihatkan tanpa boleh difoto wartawan).