TERASJABAR.ID- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat H. Tedy Rusmawan, AT, MM turut menyoroti terkait keluhan sekolah swasta yang minim murid baru yang diperkirakan imbas dari penambahan kuota anak didik per jelas di sekolah negeri.
“Kebetulan dekat komplek rumah saya ada sekolah kejuruan swasta, jadi saya melihat kondisi ini secara langsung di depan mata. Ini harus menjadi perhatian semua pihak,” ujar Tedy kepada TerasJabar.Id beberapa waktu lalu.
Menurut Tedy, niat baik Pemprov Jabar dengan menambah jumlah kuota per kelas sebagai upaya pencegahan anak putus sekolah (PAPS) adalah niat yang mulia. “Namun jangan sampai niat baik ini ternyata juga membuat ada pihak lain yang dirugikan, dalam konteks ini adalah munculnya keluhan-keluhan dari SMA swasta,” ujar Tedy.
Sebelumnya ramai diberitakan, di Bandung sebuah SMA swasta yang sudah berpuluh-puluh tahun turut membangun dunia Pendidikan di Jawa Barat hanya memiliki satu murid baru di tahun 2025 ini. Hal ini ditengarai merupakan efek dari penambahan jumlah rombongan belajar di SMA negeri dari 36 per kelas menjadi 50 murid per kelas.
“Saya yakin, tidak ada sedikitpun niat dari Pemprov Jabar atau Disdik Jabar untuk mematikan kehidupan sekolah swasta. Apalagi mereka telah banyak berjasa bagi dunia pendidikan di Jawa Barat ketika jumlah sekolah negeri masih sangat terbatas. Kita tidak bisa menutup mata dari kondisi ini,” ujar Tedy.
Bantuan Sekolah
Lebih jauh Tedy menyebutkan, ketika dirinya menjadi Ketua DPRD Kota Bandung, upaya pencegahan anak putus sekolah (PAPS) juga terjadi di Kota Bandung dengan sasaran siswa SMP sesuai kewenangan Pemkot. “Saat itu istilah kami adalah rawan melanjutkan pendidikan (RMP),” ujar Tedy.
Langkah yang diambil untuk mencegah anak putus sekolah tersebut adalah dengan memberikan bantuan sekolah. “Jadi ketika si anak kurang mampu ini tidak bisa masuk sekolah negeri yang gratis, mereka tetap sekolah di swasta namun mendapat bantuan dari pemerintah,” jelas Tedy.
Dengan demikian, lanjut Tedy, si anak dapat dicegah untuk putus sekolah, sekolah swasta pun tidak merasa disingkirkan karena murid tetap ada dengan biaya dari pemerintah. “Saya pikir kalau ada hal baik yang bisa ditiru kenapa tidak demi kebaikan Bersama. Kalau kata orang tua kita dulu, caina herang laukna beunang,” pungkas Tedy.*