Bupati mendorong agar kawasan sekitar patilasan leluhur yang masih alami, semoga dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata berbasis sejarah dan lingkungan.
Lurah Winduherang, H. Ikin Sodikin, disela acara menuturkan, milangakala merupakan ruang untuk mempererat silaturahim, menghormati para leluhur dengan doa bersama, dan wujud syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang dilimpahkan.
“Tradisi Babarit bukan sekadar seremoni peringatan, melainkan budaya dan cermin nilai luhur yang terus hidup. Juga pengingat bahwa kebersamaan, dan kearifan lokal adalah kekuatan yang tak lekang oleh waktu,” kata Sarjana Seni jebolan ISBI ini.
Terpisah, Wakil Ketua Panitia, Gofar Nurhamzah menyebutkan, rangkaian kegiatan Hari Jadi ke-544 Winduherang dengan tema “Langgeng Rahayu Mapag Jaya di Buana” meliputi ziarah ke patilasan leluhur, cek kesehatan dan donor darah, saresehan sejarah Winduherang, Hajat Karang sebagai simbol syukur, Winduherang Mengaji, dan Tabligh Akbar.
Sejak pagi, jalan utama menjadi ruang kebersamaan. Tikar digelar memanjang, aneka makanan disajikan oleh perwakilan RT, antara lain, nasi tumpeng dan lauk pauknya. Bahkan “kue cuhcur” makanan khas terbuat dari tepung beras dan gula aren tersaji di atas tikar.***