Meski begitu, setelah pemeriksaan lebih lanjut, uang palsu ini tetap dapat dibedakan melalui metode 3D—dilihat, diraba, dan diterawang,” jelas AKBP Niko.AG, tersangka utama, mengaku belajar membuat uang palsu secara otodidak melalui informasi yang diperoleh dari internet. Motifnya diduga karena tekanan ekonomi. Dalam pengakuannya, ia telah menjalankan aksi ini selama beberapa bulan dan berencana mengedarkan uang palsu tersebut di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.
“Kasus ini masih kami dalami untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain atau jaringan yang lebih besar,” tambah Kapolres. AG kini dijerat dengan Pasal 244 dan Pasal 245 KUHPidana terkait pemalsuan mata uang, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Polres Cimahi mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu, terutama pecahan besar seperti Rp50.000 dan Rp100.000. Masyarakat diminta memeriksa keaslian uang dengan metode 3D: dilihat (perhatikan warna dan gambar), diraba (rasakan tekstur kertas dan benang pengaman), serta diterawang (cek tanda air dan logo BI di bawah sinar).
Jika menemukan uang yang mencurigakan, segera laporkan ke pihak berwajib.Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap peredaran uang palsu yang dapat merugikan perekonomian. Keberhasilan Polres Cimahi dalam mengungkap kasus ini menunjukkan komitmen kepolisian dalam menjaga stabilitas keuangan dan keamanan masyarakat