Menperin menjelaskan, pangsa pasar domestik industri keramik tableware telah mencapai angka 78 persen dan hal itu merupakan capaian yang cukup baik.
Namun, jika diperhatikan, tingkat konsumsi keramik per kapita di Indonesia dinilai masih sangat rendah. Karena itu, angka 78 persen tersebut tetap perlu menjadi perhatian agar semakin banyak rumah tangga di tanah air menggunakan produk berbasis keramik.
Selain itu, subsektor glassware atau kemasan kaca dalam negeri memiliki kapasitas produksi mencapai 740 ribu ton per tahun, dengan utilisasi di angka 51 persen, serta pangsa pasar domestik sekitar 65 persen.
Kinerja eskpor industri ini sepanjang 2024 mencapai USD 97 juta atau 128 ribu ton (22% dari total produksi), dengan negara tujuan utama adalah Filipina, Brazil, dan Vietnam.
“Permintaan pasar domestik dan pasar ekspor produk keramik dan kaca yang terus tumbuh, menunjukkan peluang pengembangan industri ceramic-tableware dan glassware nasional sangat prospektif. Namun demikian, di saat yang sama kita harus waspada terhadap penetrasi bahkan lonjakan impor produk sejenis di waktu mendatang,” ujar Menperin.
Untuk itu, Kemenperin terus berupaya menghadirkan berbagai kebijakan strategis untuk menjaga iklim usaha dan investasi di sektor ceramic tableware dan glassware.
Kebijakan strategis ini meliputi beberapa langkah yaitu penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib pada produk keramik untuk melindungi industri nasional dari banjir produk impor yang tidak memenuhi standar mutu, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 7 per MMBTU, sertifikasi Produk Halal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024, dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Ini bukan soal keramik, tapi kemarin kami mendapatkan laporan bahwa ditemukan masuknya produk kabel impor tidak ber-SNI, bahkan produk impor ilegal tidak ber-SNI itu masuk ke dalam meja pemerintah,” tegasnya.

















