Kemerdekaan pers dalam UU Pers pada Bab II Pasal 2 disebutkan, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.
Kemudian di bab yang sama pada pasal 4 ayat 1 dilanjutkan, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.
Dilanjutkan ayat 2 sebagai penegasan: “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Pada ayat 3 pasal yang sama ditegaskan lagi, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.
Itulah kebebasan pers yang dikuatkan oleh undang-undang. Sebelumnya, kebebasan pers tidak mendapatkan perlindungan hukum.
Mendiang Atmakusumah, pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo dalam tulisannya (tahun 2014) menjelaskan, keadaan kebebasan pers di Indonesia pada abad 17 belum ada. Ketika surat kabar pertama bernama Bataviaasche Nouvelles en Politique Raisonnementen (Berita dan Penalaran Politik Batavia) yang diterbitkan di Batavia 7 Agustus 1744, kebebasan pers belum mendapatkan jaminan perlindungan hukum.
Kebebasan berbicara dan berpendapat baik lisan maupun tulisan sudah tercantum dalam UUD 1945. Kemudian disusul undang tentang pers No. 40/1999 yang berlaku hingga sekarang.
Sementara Amerika Serikat (AS) pada 15 Desember 1791 sudah mulai menabuh gendrang kebebasan pers melalui pengesahan amandemen pertama konstitusinya.