Cermin Agama: Hilangnya Rasa Malu :
Dalam Islam, ada satu kata kunci yang jadi benteng peradaban: malu (haya’).
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
“Malu adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim)
Tapi kini, banyak yang tidak lagi mengenal malu,bahkan merasa bangga memperlihatkan hal yang seharusnya disembunyikan, rasa malu bukan kelemahan justru pelindung dari kehinaan.
Orang yang masih punya malu, sejatinya masih punya iman. Agama juga mengingatkan agar manusia tidak membuka aib sendiri atau orang lain. Nabi bersabda,
“Barangsiapa menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Maka, menjaga privasi, menjaga lisan, dan menjaga marwah bukan hal kuno. Itulah tanda kematangan iman di zaman yang serba terbuka ini.
Kembali pada Nilai dan Akal Sehat :
Fenomena aneh ini sebetulnya bukan soal teknologi, tapi soal cara kita memperlakukan teknologi. Media sosial hanyalah alat. Yang membuatnya bermakna atau berbahaya adalah manusianya. Kita boleh memanfaatkan digital untuk berdakwah, berkarya, atau menebar inspirasi. Tapi jangan sampai kita kehilangan kemanusiaan di tengah lajunya notifikasi.
Kita perlu membangun kembali etika digital bukan hanya pintar memakai gawai, tapi juga bijak menimbang setiap klik dan unggahan.
Sebelum menulis sesuatu, tanya pada hati:
“Apakah ini membuat orang lebih baik, atau justru menjerumuskan?”
“Apakah Allah ridha dengan yang saya bagikan?”
Jika hati ragu, lebih baik diam. Sebab terkadang, diam di dunia digital bisa menjadi bentuk dakwah yang paling bijak.
 
  
 







 
 







